Senin, 11 Juni 2012

بِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيمِ
الحمد لله رب العالمين اللهم صل على محمد وعلى آل محمد وسلم أشهد أن لا إله إلا الله وأشهد أن محمدا رسول الله أما بعد
Begitu banyak tulisan yang menjelaskan masalah ini. Bermacam-macam pula cara mereka menyampaikannya. Ada yang menyampaikannya dari dua sisi, baik dari sisi ulama yang mengatakan bahwa pahala bacaan al-Qur’an sampai kepada mayyit maupun dari sisi ulama yang mengatakan tidak sampai. Artinya mereka mengakui adanya perbedaan (khilafiyah) yang terjadi dikalangan ulama mengenai masalah tersebut. Maka dari itu, mereka mempersilahkan kepada saudara Muslimnya untuk mengambil (memilih) pendapat yang diyakini untuk diamalkan. Bagi yang menyakini bahwa pahala bacaan Al-Qur’an sampai kepada mayyit, silahkan diamalkan dan bacakan ayat-ayat suci al-Qur’an (kalau perlu mengadakan khatmil Qur’an), yang mana pahalanya diberikan kepada orang tua, kakek-nenek, atau sanak keluarga lainnya, temannya dan saudara Muslim lainnya yang sudah wafat mendahului. Namun, bagi yang tidak menyakini (memilih pendapat) bahwa pahala bacaan al-Qur’an tidak akan sampai kepada mayyit, maka silahkan amalkan dan tidak perlu membacakan al-Qur’an (mengkhatamkan al-Qur’an) yang pahalanya diberikan kepada orang tuanya, sanak keluarga atau lainnya yang wafat mendahuluinya. Tidak perlu melakukan hal yang demikian, cukup untuk dirinya sendiri.
Ada juga menyampaikannya hanya dari satu sisi, yang menurut mereka yakini saja, seakan-akan apa yang mereka sampaikan adalah hanya itu yang benar dan yang lain salah. Sehingga ketika mereka mengambil pendapat bahwa pahala bacaan al-Qur’an tidak sampai kepada mayyit/mayat, maka alasan-alasan yang mereka kemukakan hanya persoalan itu saja dan menafikan yang berlainan dengan apa yang mereka yakini bahkan menganggap yang lainnya salah. Atau sebaliknya. Mereka cenderung tidak menerima adanya khilafiyah.
Kami lebih memilih untuk berusaha bersikap seperti yang pertama walaupun mungkin saja akan lebih memihak salah satunya, sebab penulis menyakini bahwa pahala bacaan al-Qur’an sampai mayyit. Dan silahkan “bagi yang menyakini sampai” agar diamalkan dan mari kita bacakan ayat-ayat suci al-Qur’an yang pahalanya diberikan (diniatkan) kepada keluarga kita yang telah wafat mendahului kita atau Muslim lainnya. Namun, bagi yang memilih pendapat pahala bacaan al-Qur’an tidak akan sampai, kami persilahkan mengamalkannya. Kami menghargai pendapat atau apa yang kalian yakini. Maka dari itu, hentikan tuduhan penyesatan dan tuduhan bid’ah yang sejatinya bersumber dari keangkuhan/kecongkaan itu.
Dalam hal ini, penulis ingin mencoba mengulas mengenai apa (pendapat) yang ada didalam madzhab Syafi’iyyah dan tidak menutup kemungkinan akan menyinggung qoul-qoul dari madzhab lainnya.
Sebelumnya, kami { AHLUS SUNNAH WEL JEMAAH } sangat menyayangkan, adanya segelintir orang yang ternyata tidak bermadzhab namun mengatas-namakan madzhab Syafi’iyyah, kemudian tidak segan-segan berbohong atas nama madzhab Syafi’iyyah serta menohok kalangan umat Islam yang bermadzhab Syafi’iyyah, termasuk dalam masalah sampai atau tidaknya pahala bacaan al-Qur’an kepada mayyit ini.
Salah satu factor inilah yang mendorong penulis untuk mencoba menguraikan (mencari keterangan) sendiri, sebab jangan sampai kita menelan mentah-mentah apa yang disampaikan segelintir golongan yang tidak bermadzhab tanpa mengeceknya atau menanyakannya pada guru/ustadz/kiayi yang paham mengenai masalah tersebut. Al-Qur’an telah mengajarkan kepada kita sebagai berikut (QS. Al-Hujuraat 49 : 6),

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِن جَاءكُمْ فَاسِقٌ بِنَبَأٍ فَتَبَيَّنُوا أَن تُصِيبُوا قَوْماً بِجَهَالَةٍ فَتُصْبِحُوا عَلَى مَا فَعَلْتُمْ نَادِمِينَ
“Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang fasik membawa suatu berita, maka periksalah dengan teliti agar kamu tidak menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya yang menyebabkan kamu menyesal atas perbuatanmu itu”
Ketahuilah, didalam madzhab Syafi’iyyah memang terdapat khilafiyah mengenai masalah tersebut yaitu dalam hal sampai atau tidaknya pahala bacaan al-Qur’an kepada mayyit. Jadi, jika ada yang berkata bahwa ulama madzhab Syafi’iyyah sepakat mengatakan “tidak sampai”, adalah keliru dan bohong. Juga perlu diketahui dalam hal do’a dan shadaqah, ulama sepakat bahwa keduanya sampai kepada mayyit baik dari ahli waris maupun yang lainnnya. Dalam hal ini (shadaqah dan do’a), sekilas penulis akan mengutip perkataan ulama sebagai berikut ;
Sebagaimana yang dijelaskan didalam kitab Fathul Wahab (2/32), karangan Al-Imam Zakariyya Al-Anshariy, Penerbit Dar Al-Kutub Al-Ilmiyah, Beirut – Lebanon ;


( وينفعه ) أي الميت من وارث وغيره ( صدقة ودعاء ) بالإجماع وغيره
وأما قوله تعالى { وأن ليس للإنسان إلا ما سعى } فعام مخصوص بذلك
“dan bermanfaat baginya yaitu bagi mayyit (yang berasal) dari ahli waris atau lainnya (berupa) shadaqah dan do’a berdasarkan Ijma’ dan lainnya. Dan adapun firman Allah (..) maka ini adalah ‘amun Makhshush dengan hal itu”.
وقيل منسوخ وكما ينتفع الميت بذلك ينتفع به المتصدق والداعي
“dan dikatakan manshukh, dan sebagaimana sesuatu bermanfaat bagi mayyit seperti itu juga manfaat shadaqah dan do’a bagi mayyit”.
Didalam I’anatuth Thalibin (إعانة الطالبين) Asy-Syekh As-Sayyid Abu Bakr Ibnu As-Sayyid Muhammad Syatha Ad-Dimyathiy (أبي بكر ابن السيد محمد شطا الدمياطي), Juz 3, Halaman 257;

(قوله: وتنفع ميتا الخ) جرت عادة الفقهاء يذكرون هذه المسألة في باب الوصية، ولها ارتباط به، إذ الوصية صدقة معلقة بالموت، كما يؤخذ من حدها المار. (قوله: من وارث وغيره) متعلق بمحذوف حال مما بعده، أي حال كون الصدقة أو الدعاء كائنين من وارث وغيره، وهو تعميم فيه (قوله: صدقة عنه) أي عن الميت، سواء كان المتصدق هو في حياته أو غيره، فقوله الآتي منه في حياته أو من غيره عنه بعد موته راجع لهذا وما بعده. اه. رشيدي (قوله: ومنها) أي الصدقة. (وقوله وقف لمصحف) أي عن الميت. (وقوله وغيره) بالجر عطف على مصحف، أو وقف لغير المصحف كدار (قوله: وبناء مسجد 0627لخ) أي وإجراء نهر وبيت بناه للغريب ليأوي فيه، أو بناه للذكر، وقد تقدم، في باب الوقف، بيان العشرة التي يبقى ثوابها له بعد موته، ولا ينقطع منها ما ذكر ومنها ما هو غير صدقة، كدعاء ولد له، وكعلم ينتفع به. وقد تقدم هناك أيضا نظمها للجلال السيوطي، ولا بأس بإعادته هنا وهو هذا: إذا مات ابن آدم ليس يجري عليه من خصال غير عشر علوم بثها ودعاء نجل وغرس لنخل والصدقات تجري وراثة مصحف ورباط ثغر وحفر البئر أو إجراء نهر وبيت للغريب بناه يأوي إليه أو بناء محل ذكر وتعليم لقرآن كريم فخدها من أحاديث بحصر (قوله: منه في حياته الخ) متعلق بمحذوف صفة لصدقة ولما بعدها من قوله وقف وبناء وحفر وغرس، أو حال منها كلها، أي الصادارت منه حال كونه حيا، أو حال كونها صادرة منه في حال كونه حيا. وقوله أو من غيره، معطوف على منه، أي أو الصادرات من غيره. وقوله عنه، متعلق بمحذوف حال من متعلق الجار والمجرور: أي حال كون هذه الامور الصادرة من غيره مجعولة عنه. والمراد أن من صدرت منه جعل ثوابها لذلك الميت. وقوله بعد موته، متعلق بما تعلق به الجار والمجرور، أي الصادرات بعد موته (قوله: ودعاء) معطوف على صدقة، أي وينفعه أيضا دعاء له من وارث وغيره، ولو أخر قوله أولا من وراث وغيره عنه لكان أولى. (قوله: إجماعا) دليل لكل من الصدقة ومن الدعاء
(baca dalam tanda kurung) “Dan bermanfaat kepada mayyit (yang berasal) dari ahli waris atau lainnya (selain ahli waris) yaitu shadaqah darinya. Dan diantaranya (contohnya) yaitu mewaqafkan mushhaf (al-Qur’an) atau yang lainnya dan membangun masjid pada masa dia (masih) hidup atau yang lainnya (orang lain). Dan do’a (juga bisa bermanfaat kepada mayyit). Ini merupakan Ijma’ (kesepakatan Ulama’)”.
Didalam kitab Al-Minhaj Syarah Shahih Muslim (المنهاج شرح صحيح مسلم بن الحجاج), Karangan Hujjatul Islam Al-Imam Asy-Syeikh An-Nawawi Juz 1 Hal 89-90, Cet. II/1392, Penerbit Dar Ihya’ At-Turats Al-Arabiy, Beirut – Lebanon ;

من أراد بر والديه فليتصدق عنهما فان الصدقة تصل إلى الميت وينتفع بها بلا خلاف بين المسلمين وهذا هو الصواب وأما ما حكاه أقضى القضاة أبو الحسن الماوردى البصرى الفقيه الشافعى فى كتابه الحاوى عن بعض أصحاب الكلام من أن الميت لا يلحقه بعد موته ثواب فهو مذهب باطل قطعا وخطأ بين مخالف لنصوص الكتاب والسنة واجماع الامة فلا التفات إليه ولا تعريج عليه وأما الصلاة والصوم فمذهب الشافعى وجماهير العلماء أنه لا يصل ثوابهما إلى الميت الا اذا كان الصوم واجبا على الميت فقضاه عنه وليه أو من أذن له الولي فان فيه قولين للشافعى أشهرهما عنه أنه لا يصح وأصحهما عند محققى متأخرى أصحابه أنه يصح وستأتى المسألة فى كتاب الصيام ان شاء الله تعالى
“Barangsiapa yang ingin berbuat baik kepada orang tuanya maka ia bershadaqahkan untuk mereka berdua. Sesungguhnya (pahala) shadaqah sampai kepada mayyit dan bermanfaat baginya tanpa ada khilaf diantara kaum Muslimin. Inilah pendapat yang terbaik. Dan adapun mengenai apa yang diceritakan Qadhi para qadhi Abul Hasan Al-Mawardiy Al-Bashariy Al-Faqihi Asy-Syafi’i dalam kitabnya “Al-Hawi” mengenai sebagian dari ahli bicara bahwa sesungguhnya mayyit tidak bisa menerima pahala setelah kematiannya, maka pemahaman (madzhab) ini bathil secara jelas dan kesalahan diantara mereka telah menyelisihi nas-nas Al-Qur’an, As-Sunnah, Ijma’ umat ini, maka tidak ada mufakat dengan mereka (tidak perlu ditolerir) dan tidak perlu dipedulikan. Adapun mengenai shalat dan puasa, maka bagi Madzhab Asy-Syafi’i dan jumhur Ulama menyatakan bahwa sesungguhnya pahalanya tidak sampai kepada mayyit kecuali bila shalat yang memang wajib (bagi mayyit). Maka (boleh) diqadha’ oleh walinya atau orang (lain) yang diizinkan oleh walinya, sesungguhnya dalam hal ini ada dua qaul (pendapat) didalam madzhab Asy-Syafi’I yang lebih masyhur (menyatakan) hal ini tidak bisa dan pendapat yang lebih shahih menurut muhaqqiq mutaakhir madzhab Asy-Syafi’i itu sesungguhnya bisa dan nanti akan ku perjelas masalah ini dalam kitab (bab) Puasa, InsyaAllah ta’alaa”.
Dijelaskan kembali dalam kitab yang sama (Al-Minhaj Syarah Shahih Muslim), pada Juz 7 hal. 90 , Cet. II/1392, Penerbit Dar Ihya’ At-Turats Al-Arabiy, Beirut – Lebanon ;

أن الصدقة عن الميت تنفع الميت ويصله ثوابها وهو كذلك باجماع العلماء وكذا أجمعوا على وصول الدعاء وقضاء الدين بالنصوص الواردة في الجميع ويصح الحج عن الميت اذا كان حج الاسلام وكذا اذا وصى بحج التطوع على الأصح عندنا واختلف العلماء في الصوم اذا مات وعليه صوم فالراجح جوازه عنه للأحاديث الصحيحة فيه والمشهور في مذهبنا أن قراءة القرآن لا يصله ثوابها وقال جماعة من أصحابنا يصله ثوابها وبه قال أحمد بن حنبل
“Sesungguhnya shadaqah dari mayyit (yang dikirim kepada mayyit) bermanfaat bagi mayyit dan pahalanya sampai kepadanya dan yang demikian itu merupakan Ijma Ulama, dan demikian juga mereka ber-Ijma’ atas sampainya doa, membayar hutang (untuk mayyit) berdasarkan nash-nash yang telah meriwayatkannya masing-masing, dan (juga) sah juga berhaji untuk mayyit jika haji Islam, demikian juga bila ia berwasiat (untuk dihajikan) dengan haji tathawwu (haji sunnah), bagi kami (bagi madzhab Asy-Syafi’i) itu shahih dan ulama berbeda pendapat mengenai puasa jika mati dan masih memiliki tanggungan puasa, maka yang lebih rajih (benar) yang memperbolehkannya sebagimana hadits-hadits shahih. Dan yang masyhur didalam madzhab kami (Asy-Syafi’i) bahwa sesungguhnya pembacaan (al-Qur’an) pahalanya tidak sampai, dan jama’ah dari Ashhab kami (ulama madzhab Syafi’iyyah lainnya) menyatakan pahalanya sampai dan yang demikian juga dipegang oleh Imam Ahmad bin Hanbal”.
Dalam hadits riwayat Imam Muslim No. 1004 dituliskan,

وحدثنا محمد بن عبدالله بن نمير حدثنا محمد بن بشر حدثنا هشام عن أبيه عن عائشة أن رجلا أتى النبي صلى الله عليه و سلم فقال يا رسول الله إن أمي افتلتت نفسها ولم توص وأظنها لو تكلمت تصدقت أفلها أجر إن تصدقت عنها ؟ قال نعم
“Bahwa sesungguhnya seorang laki-laki datang kepada Rasulullah dan berkata, ya Rasulullah…, sungguh Ibuku meninggal tiba-tiba dan tanpa sempat berwasiat, aku mengira seandainya ia sempat berbicara niscaya ia akan bershadaqah, bolehkan aku bershadaqah yang pahalanya atasnya ? (Rasulullah) menjawab ; na’am” [Hadits Shahih Muslim No. 1004, penerbit Dar Ihya’ At-Turats Al-Arabiy, Beirut - Lebanon]
Mengenai hadits diatas Hujjatul Islam Al-Imam Nawawi menjelaskan dalam Al-Minhaj Syarah Shahih Muslim sebagai berikut,

وفي هذا الحديث أن الصدقة عن الميت تنفع الميت ويصله ثوابها وهو كذلك باجماع العلماء وكذا أجمعوا على وصول الدعاء
“dan didalam hadits ini, bahwa sesungguhnya shadaqah (yang dikirim) kepada mayyit bermanfaat untuk mayyit dan pahalanya sampai kepada mayyit, dan yang demikian itu adalah Ijma’ ulama’, sebagaimana juga Ijma’ (ulama) atas sampainya do’a (kepada mayyit)”
Al-Imam Al-Mufti Al-Muhaddits Al-Hafidz ‘Imaduddin Ismail bin Umar bin Katsir atau lebih dikenal dengan Al-Imam Ibnu Katsir dalam kitab Tafsirnya (7/465), penerbit Dar Thayyibah, Mekkah Al-Mukarramah, cet. II/1420 H, berpendapat bahwa pahala bacaan Al-Qur’an tidak sampai dengan beralasan bukan dari pekerjaannya sendiri dan bukan dari usahanya sendiri (لأنه ليس من عملهم ولا كسبهم) namun mengenai do’a dan shadaqah ulama telah sepakat ;


وَأَنْ لَيْسَ لِلإنْسَانِ إِلا مَا سَعَى } أي : كما لا يحمل عليه وزر غيره ، كذلك لا يحصل من الأجر إلا ما كسب هو لنفسه. ومن وهذه الآية الكريمة استنبط الشافعي ، رحمه الله ، ومن اتبعه أن القراءة لا يصل إهداء ثوابها إلى الموتى ؛ لأنه ليس من عملهم ولا كسبهم
“{dan bahwasanya seorang manusia tiada memperoleh selain apa yang telah diusahakannya sendiri” } maksudnya sebagaimana dosa seseorang tidak bisa sampai (menimpa) orang lain, demikian juga (manusia) tidak dapat memperoleh pahala melainkan apa yang diusahkannya oleh dirinya sendiri, dan ayat yang mulya ini Imam Syafi’Ii (رحمه الله) dan (ulama) yang mengikutinya (menyatakan) bahwa sesungguhnya pahala pembacaan (Al-Qur’an) yang dikirim kepada mayyit tidak sampai, karena sesungguhnya bukan dari perkerjaannya sendiri dan bukan dari usahanya mereka sendiri.
ولهذا لم يندب إليه رسول الله صلى الله عليه وسلم أمته ولا حثهم عليه ، ولا أرشدهم إليه بنص ولا إيماء ، ولم ينقل ذلك عن أحد من الصحابة ، رضي الله عنهم ، ولو كان خيرا لسبقونا إليه ، وباب القربات يقتصر فيه على النصوص ، ولا يتصرف فيه بأنواع الأقيسة والآراء ، فأما الدعاء والصدقة فذاك مجمع على وصولهما ، ومنصوص من الشارع عليهما
“Dan oleh karena inilah Rasulullah (صلى الله عليه وسلم) tidak pernah menganjurkan umatnya untuk mengamalkannya, tidak pernah mendorongnya, dan tidak pernah memberikan bimbingan baik dengan nash maupun isyarat, dan tidak ada seorang sahabat pun yang membicarakan hal tersebut, jika seandainya itu baik niscaya mereka lebih dahulu melakukannya, padahal amalan untuk mendekatkan diri (kepada Allah) hanya terbatas pada nash-nash (al-Qur’an dan as-Sunnah), dan tidak boleh dipalingkan dari dengan berbagai macam Qiyas dan pendapat-pendapat. Adapun (mengenai) do’a dan shadaqah maka hal itu telah sepakat (ulama) atas sampainya dan telah ada nash-nash dari syariat (yang menjelaskan) atasnya”.
Didalam kitab Mughniy Muhtaj Ilaa Ma’rifati Ma’aniy Alfaadz Al-Minhaj (مغني المحتاج إلى معرفة معاني ألفاظ المنهاج), Al‐Imam Syamsuddin Muhammad bin Muhammad Al‐Khatib Asy‐Syarbainiy (3/69), penerbit Darul Fikr –Beirut, Lebanon ;

( وتنفع الميت صدقة ) عنه ووقف وبناء مسجد وحفر بئر ونحو ذلك ( ودعاء ) له ( من وارث وأجنبي ) كما ينفعه ما فعله من ذلك في حياته وللإجماع والأخبار الصحيحة في بعضها كخبر إذا مات ابن آدم انقطع عمله إلا من ثلاث صدقة جارية أو علم ينتفع به أو ولد صالح يدعو له وخبر سعد بن عبادة قال يا رسول الله إن أمي ماتت أفأتصدق عنها قال نعم
“dan shadaqah bermanfaat bagi mayyit, dan (juga) mewaqafkan, membangun masjid, membuat sumur dan semisal yang demikian. Dan do’a (bermanfaat) bagi mayyit baik dari ahli waris maupun yang lainnya sebagaimana bermanfaatnya apa yang diperbuatnya pada masa hidupnya, berdasarkan Ijma dan khabar (hadits) shahih..
Jadi, dalam hal do’a dan shadaqah ijma’ telah sepakat bahwa semua itu akan sampai kepada mayyit baik yang berasal dari ahli waris maupun dari yang lainnnya.
Sebagaimana sempat disinggung pada kutipan kalimat diatas, bahwa ulama berbeda pendapat (terdapat khilafiyah) dalam hal “sampai atau tidaknya pahala” pembacaan Al-Qur’an bagi mayyit, telah disebutkan sebelumnya dalam Al-Minhaj Syarah Shahih Muslim, pada Juz 7 hal. 90 , Cet. II/1392, Penerbit Dar Ihya’ At-Turats Al-Arabiy, Beirut – Lebanon ;

والمشهور في مذهبنا أن قراءة القرآن لا يصله ثوابها وقال جماعة من أصحابنا يصله ثوابها وبه قال أحمد بن حنبل
“Dan yang masyhur didalam madzhab kami (Asy-Syafi’i) bahwa sesungguhnya pembacaan (al-Qur’an) pahalanya tidak sampai, dan jama’ah dari Ashhabinaa (ulama madzhab Syafi’iyyah lainnya) menyatakan pahalanya sampai dan yang demikian juga pendapat yang dipegang oleh Imam Ahmad bin Hanbal”.
Jadi, didalam madzhab Syafi’iyyah ada pendapat/qoul masyhur yang berpendapat bahwa pahala bacaan Al-Qur’an tidak sampai kepada mayyit dan ada juga pendapat dari ulama madzhab Syafi’iyyah lainnya yang mengatakan (berpendapat) bahwa pahala bacaan Al-Qur’an sampai kepada mayyit, dimana pendapat yang mengatakan sampai ini juga dipegang oleh Al-Imam Ahmad bin Hanbal.
Selanjutnya, 2 qoul (pendapat) tersebut ; qoul (pendapat) yang mengatakan “tidak sampai” dinamakan qoul Masyhur dari kalangan ulama Madzhab Syafi’iyah dan pendapat (qoul) yang mengatakan “sampai” dinamakan qoul Mukhtar (pendapat yang telah dipilih) dari kalangan ulama madzhab Syafi’iyyah.
Dijelaskan juga didalam kitab Al-Adzkar, Hujjatul Islam Al-Imam An-Nawawi Rahimahullah, tentang kesepakatan (Ijma’ Ulama) mengenai sampainya do’a kepada mayyit dan khilafiyah (perbedaan pendapat dikalangan ulama) perihal pembacaan Al-Qur’an kepada mayyit, dituliskan sebagai berikut ;


“Ulama telah ber-ijma bahwa sesungguhnga do’a bagi mayyit/mayat adalah bermanfaat bagi mereka dan pahalanya sampai kepada mereka. Mereka berhujjah dengan firman Allah Ta’alaa,

وَالَّذِينَ جَاؤُوا مِن بَعْدِهِمْ يَقُولُونَ رَبَّنَا اغْفِرْ لَنَا وَلِإِخْوَانِنَا الَّذِينَ سَبَقُونَا بِالْإِيمَانِ
“Dan orang-orang yang datang sesudah mereka , mereka berdoa: “Ya Rabb kami, beri ampunlah kami dan saudara-saudara kami yang telah beriman lebih dulu dari kami”
dan ayat-ayat lainnya yang sudah masyhur dengan maknanya. Serta hadits-hadits yang masyhur seperti Sabna Nabi,

اللهم اغفر لأهل بقيع الغرقد
“ya Allah berikanlah ampunan kepada ahli pekuburan Baqi’”
dan hadits Nabi,

اللهم اغفر لحينا وميتنا
ya Allah berikanlah ampunan kepada yang hidup dan yang mati diantara kami”
dan hadits-hadits lainnya.
Kemudian, Ulama berselisih pendapat dalam hal sampainya pahala bacaan al-Qur’an kepada mayyit/mayat. Maka yang masyhur dalam madzhab Syafi’i dan jama’ah bahwa sesungguhnya (pahala bacaan al-Qur’an kepada mayyit) itu tidak sampai. Adapun pendapat Imam Ahmad dan jama’ah ulama lainnya serta jama’ah ulama dari sebagian Ulama Syafi’iyyah berpendapat bahwa itu sampai. Maka yang lebih baik bagi seorang qari (pembaca al-Qur’an) adalah memohon,

اللهم أوصل ثواب ما قرأنا لفلان
“Ya Allah, sampaikanlah pahala apa yang telah kami baca kepada Fulan”
[Kitab Al-Adzkar, Al-Hafidz Hujjatul Islam Al-Imam An-Nawawi Ad-Damasyqiy Asy-Syafi'i Rahimahullah, (Penerbit Dar Al-Masriah Al-Lubnaniah, Cairo - Mesir, hal 222 atau terbitan Al-Hidayah Surabaya - Indonesia, hal. 150)]
Selengkapnya di catatan http://www.facebook.com/note.php?note_id=340764405291 ^__^
Ulama telah sepakat bahwa do’a untuk mayyit bermanfaat dan pahalanya sampai kepada mayyit. Dasarnya firman Allah :
(وَالَّذِينَ جَاؤُوا مِن بَعْدِهِمْ يَقُولُونَ رَبَّنَا اغْفِرْ لَنَا وَلِإِخْوَانِنَا الَّذِينَ سَبَقُونَا بِالْإِيمَانِ)
“Dan orang-orang yang datang sesudah mereka (Muhajirin dan Anshor), mereka berdoa: “Ya Rabb kami, beri ampunlah kami dan saudara-saudara kami yang telah beriman lebih dulu dari kami” dan ayat-ayat lainnya yang masyhur maknanya. Adapun hadits-hadits yang masyhur, seperti sabda Nabi (صلى الله عليه وسلم) : “Allahumma ighfir li ahli baqi”, dan (juga) : “Allahuma Ighfir lihayyina wa mayyitina”, dan selain dari itu”.
“Dan ulama berbeda pendapat dalam hal sampainya pahala bacaan Al-Qur’an. Maka yang masyhur dari madzhab Asy-Syafi’i dan sejumlah ulama bahwa sesungguhnya tidak sampai. Dan madzhab (Imam) Ahmad bin Hanbal, sejumlah ulama (Hanabilah) serta Ashabu asy-Syafi’i (ulama Syafi’iyyah lainnya) bahwa sesungguhnya sampai. Maka sebaiknya bagi qari’ menghaturkan do’a : “ya.. Allah sampaikanlah pahala bacaan kami kepada Fulan”. [Al-Adzkar, Penerbit Dar Al-Masriah Al-Lubnaniah, hal 222 atau terbitan Al-Hidayah hal. 150] Keterangan (catatan kaki) no. 3 ; Lihat, Nailul Awthar lisy-Syaukaniy 4/92, Ibnu Qayyim fi kitab Ar-ruh hal. 89.
Diatas dijelaskan bahwa qoul Masyhur dari madzhab Syafi’iyyah dan sejumlah ulama berpendapat bahwa (pahala bacaan al-Qur’an) tidak sampai kepada mayyit, sedangkan ulama dari madzhab Syafi’iyyah lainnya (qoul Mukhtar) berpendapat (pahala bacaan al-Qur’an) sampai kepada mayyit, dimana pendapat ini (qoul Mukhtar) juga dipegang oleh Imam Ahmad bin Hanbal serta kalangan ulama Hanabilah. Karena ada dua pendapat tersebut, dituturkan dalam kitab tersebut agar sebaiknya bagi qori (pembaca Al-Qur’an) juga menghaturkan do’a kepada Allah agar pahalanya disampaikan kepada mayyit.
Khilafiyah (perbedaan pendapat) tersebut juga dijelaskan dalam kitab Al-Minhaj Syarah Shahih Muslim (المنهاج شرح صحيح مسلم بن الحجاج), Hujjatul Islam Al-Imam An-Nawawi Juz 1 Hal 89-90, Cet. II/1392, Penerbit Dar Ihya’ At-Turats Al-Arabiy, Beirut – Libanon :

وأما قراءة القرآن فالمشهور من مذهب الشافعى أنه لا يصل ثوابها إلى الميت وقال بعض أصحابه يصل ثوابها إلى الميت وذهب جماعات من العلماء إلى أنه يصل إلى الميت ثواب جميع العبادات من الصلاة والصوم والقراءة وغير ذلك وفى صحيح البخارى فى باب من مات وعليه نذر أن بن عمر أمر من ماتت أمها وعليها صلاة أن تصلى عنها وحكى صاحب الحاوى عن عطاء بن أبى رباح واسحاق بن راهويه أنهما قالا بجواز الصلاة عن الميت وقال الشيخ أبو سعد عبد الله بن محمد بن هبة الله بن أبى عصرون من أصحابنا المتأخرين فى كتابه الانتصار إلى اختيار هذا
“Dan adapun (mengenai pahala) pembacaan Al-Qur’an. Maka yang Masyhur dari madzhab Asy-Syafi’i bahwa sesungguhnya pahalanya tidak sampai kepada mayyit dan berkata sebagian Ashabina (sahabat kami dari kalangang ulama Syafi’iyyah) bahwa pahalanya sampai kepada mayyit, kebanyakan madzhab ulama mengambil pendapat sampainya pahala kepada mayyit dari semua ibadah, berupa shalat, puasa, pembacaan (Al-Qur’an) dan (ibadah) yang lainnya. Dan didalam Shahih Al-Bukhari pada (باب من مات وعليه نذر) bahwa sesungguhnya Ibnu Umar memerintahkan kepada yang ibunya wafat dan masih memiliki tanggungan Shalat agar membayar (mengqadha) shalatnya. Dan diceritakan oleh “Shahibul Hawi” bahwa ‘Atha bin Abi Ribah bin Ruwayhah bahwa keduanya mengatakan bolehnya shalat dikirim untuk mayyit. Dan berkata Asy-Syekh Abu Sa’id Abdullah bin Muhammad bin Hibatullah bin Abi ‘Ishrun dari kalangan Ashhab kami (ulama-ulama Syafi’iyyah) al-Muta’akhir (pada masa Imam Nawawi) didalam kitabnya Al-Intishar ilaa Ikhtiyar (كتابه الانتصار إلى اختيار) bahwa (memang) seperti ini”
Didalam kitab Mughniy Muhtaj Ilaa Ma’rifati Ma’aniy Alfadzz Al-Minhaj, Al‐Imam Syamsuddin Muhammad bin Muhammad Al‐Khatib Asy‐Syarbainiy, (3/69-70), penerbit Dar Al-Fikr, Beirut – Lebanon, diceritakan tentang Imam Ibnu Abdissalam yang semula mengingkari sampainya pahala bacaan Al-Qur’an kepada mayyit sewaktu beliau masih hidup dalam fatwanya ;

وقال ابن عبد السلام في بعض فتاويه لا يجوز أن يجعل ثواب القراءة للميت لأنه تصرف في الثواب من غير إذن الشارع
وحكى القرطبي في التذكرة أنه رؤي في المنام بعد وفاته فسئل عن ذلك فقال كنت أقول ذلك في الدنيا والآن بان لي أن ثواب القراءة يصل إلى الميت
وحكى المصنف في شرح مسلم والأذكار وجها أن ثواب القراءة يصل إلى الميت كمذهب الأئمة الثلاثة واختاره جماعة من الأصحاب منهم ابن الصلاح والمحب الطبري وابن أبي الدم وصاحب الذخائر وابن أبي عصرون وعليه عمل الناس وما رآه المسلمون حسنا فهو عند الله حسن
وقال السبكي والذي دل عليه الخبر بالاستنباط أن بعض القرآن إذا قصد به نفع الميت وتخفيف ما هو فيه نفعه
“Imam Ibnu Abdissalam berkata dalam sebagian fatwa-fatwanya, tidak boleh menjadikan pahala bacaan Al-Qur’an kepada mayyit karena sesungguhnya menghadiahkan pahala bagian tidak ada izin asy-Syari’. dan diriwayatkan dari Al-Imam Qurthubi didalam kitab At-Tadzkirah (At-Tadzkirah fi Ahwal al-Mauta wa Umur al-Akhirah) sesungguhnya melihat didalam mimpi setelah wafatnya (Imam Ibnu Abdissalam ), maka bertanya tentang yang demikian, kemudian berkata, aku berkata yang demikian itu (tidak sampai) ketika berada di dunia, dan sekarang sesungguhnya bagiku pahala bacaan Al-Qur’an itu sampai kepada mayyit. “Dan diriwayatkan oleh mushannif didalam Syarah Muslim dan Al-Adzkar, pendapat yang mengatakan sampainya pahala bacaan Al-Qur’an kepada mayyit seperti (pendapat) Madzhab Imam 3 (Hanafiyah, Malikiyah, Hanabilah) dan pendapat ini dipilih oleh jamaah dari para sahabat (ulama-ulama kalangan Syafi’iyyah) diantara mereka Imam Ibnu Shalah, Al-Muhib Ath-Thabariy, Imam Ibnu Abi Dam, sahabat Al-Dzakhair, Imam Ibnu Abi ‘Ishrun dan atasnya amal manusia dan apa yang dipandang baik oleh kaum Muslimin maka disisi Allah juga baik”
“Dan Imam As-Subki berkata, dan yang menunjukkan atasnya yaitu khabar dengan istinbath bahwa sebagian al-Qur’an apabila di niatkan (diqashad) dengannya akan memberi manfaat kepada mayat (mayyit) dan meringankan apa yang ada padanya niscaya bermanfaat (bagi mayyit)”.
Berikut adalah redaksi mengenai Imam Ibnu Abdissalam, disebutkan didalam kitab At-Tadzkirah fi Ahwal al-Mauta wa Umur al-Akhirah -Imam Al-Hafidz Al-Qurthubi, Halaman 17;

لأن الشيخ الفقيه القاضي الإمام مفتي الأنام عبد العزيز بن عبد السلام رحمه الله كان يفتي بأنه لا يصل للميت ثواب ما يقرأ ، و يحتج بقوله تعالى : و أن ليس للإنسان إلا ما سعى ، فلما توفي رحمه الله ، رآه بعض أصحابه ممن كان يجالسه و سأله عن ذلك ، فقال له : إنك كنت تقول : إنه لا يصل إلى الميت ثواب ما يقرأ و يهدي إليه ، فكيف الأمر ؟ فقال له : إني كنت أقول ذلك في دار الدنيا، و الآن فقد رجعت عنه لما رأيت من كرم الله تعالى في ذلك . و أنه يصل إليه ذلك
Dari pemaparan diatas, memang terlihat bahwa khilafiyah (perbedaan pendapat) antara “sampai dan tidaknya” itu ada. Ringkasnya, dalam kalangan ulama Syafi’iyyah ada yang mengatakan tidak sampai (Qoul Masyhur) dan ada yang mengatakan sampai (Qoul Mukhtar), yang mana qoul Mukhtar dari kalangan ulama Syafi’iyyah inilah yang juga dipegang oleh Al-Mujtahid Al-Imam Ahmad bin Hanbal bahkan oleh Aimmah ats-Tsalatsah (Imam 3 yaitu Hanafiyah, Malikiyah dan Hanabilah). Imam Ahmad sendiri adalah pengasas madzab Hanabilah.
Dari dua Qoul/pendapat tersebut manakah yang lebih tepat kita ambil atau manakah yang lebih kuat antara qoul Masyhur dan qoul Mukhtar ? Dari pemaparan diatas sebenarnya sudah terlihat jelas bahwa qoul Mukhtar lebih muktamad (kuat) sebab pendapat qoul Mukhtar itu juga di pegang oleh Imam 3 (Aimmmah Ats-Tsalatsah). Namun, mari kita membaca langsung komentar ulama mengenai masalah ini, dijelaskan dalam kitab I’anah Thalibin (إعانة الطالبين) Syekh Al-Bakri Ad-Dimyathiy (البكري الدمياطي), Juz 3, Halaman 260, sebagai berikut ;

. (قوله: لا يصل ثوابها إلى الميت) ضعيف. (وقوله: وقال بعض أصحابنا يصل) معتمد. اه.
“Dan perkataannya ; “pahala bacaan (al-Qur’an) tidak sampai kepada mayyit” adalah dhoif (lemah), dan perkataannya ; “sebagian Ashhab kami (ulama-ulama Syafi’iyyah lainnya) mengatakan sampai” adalah pendapat yang muktamad (kuat)”
(قوله: بمجرد قصده) أي الميت بها: أي بالقراءة. وقوله ولو بعدها، أي ولو وقع القصد بعد القراءة (قوله: وعليه) أي على وصول ثوابها للميت، الائمة الثلاثة، وفي التحفة بعده على اختلاف فيه عن مالك. اه. (قوله: واختاره) أي اختار القول بوصول ثواب القراءة للميث كثيرون من أئمتنا، ولا حاجة إلى هذا بعد قوله وقال بعض أصحابنا الخ. وفي التحفة الاقتصار على الثاني، ولم يذكر الاول، أعني قوله وقال بعض أصحابنا ونصها، وفي القراءة وجه، وهو مذهب الائمة الثلاثة، واختاره كثيرون من أئمتنا الخ. وفي فتح الجواد: الاقتصار على الاول، وعبارته، وقال بعض أصحابنا يصل ثوابها للميت مطلقا، واعتمده السبكي وغيره وبين أن الذي دل عليه الخبر بالاستنباط أن بعض القرآن إذا قصد به نفع الميت نفعه، على أن جماعات من العلماء ذهبوا إلى أنه يصل إليه ثواب جميع العبادات من صلاة، وصوم، وقراءة، وغيرها.
“perkataannya, dengan diniatkan/memaksudkan (diqashad) maksudnya pembacaan diniatkan untuk mayyit walaupun diniatkannya setelah pembacaan Al-Qur’an, dan atas sampainya pahala kepada mayyit dipegang oleh Imam 3, dan didalam At-Tuhfat, (diqashadkan) setelahnya terdapat khilaf dari Imam Malik. Dan banyak ulama kami (ulama Madzhab Syafi’iyyah) memilih (berpegang) pada qoul yang menyatakan sampainya pahala bacaan Al-Qur’an kepada mayyit, dan tidak butuh kepada yang ini setelah adanya perkataan “qaala Ashhab kami (ulama-ulama Syafi’iyyah)”. Didalam At-Tuhfat hanya atas yang kedua dan tidak disebutkan yang pertama, maksudku perkataan “qaala ba’du ashabina” dalam pembacaan al-Qur’an adalah dipegang Madzab Imam 3, dan pendapat ini telah dipilih oleh kebanyakan ulama kami (ulama-ulama Syafi’iyyah). Dan didalam Fathul Jawad hanya atas yang pertama dan ibaratnya, sebagian ashhab kami (ulama-ulama syafi’iyyah lainnya) mengatakan sampai pahalanya kepada mayyit secara mutlak. Dan Al-Imam As-Subki menguatkan (pendapat yang sampai) dan juga ulama lainnya dan yang menunjukkan atasnya yaitu khabar dengan istinbath bahwa sebagian al-Qur’an apabila di niatkan (diqashad) dengannya akan memberi manfaat kepada mayat (mayyit) , atasnya seluruh ulama berpegang pada sampainya pahala kepada mayyit dari semua ibadah seperti shalat, puasa, pembacaan al-Qur’an dan yang lainnya”.
Jadi, sangat jelas bahwa pendapat yang muktamad (kuat) adalah yang menyatakan bahwa pahala bacaan al-Qur’an sampai kepada mayyit.
Kemudian, bagaimanakah sebenarnya yang dimaksud “tidak sampai” oleh qoul/pendapat masyhur dalam madzhab Syafi’iyyah ? Benarkah qoul masyhur secara mutlak menyatakan tidak sampai pahala bacaaan al-Qur’an kepada mayyit ?
Penjelasannya sebagai berikut, disebutkan didalam kitab Fathul Wahab (2/32), karangan Al-Imam Zakariyya Al-Anshariy, Penerbit Dar Al-Kutub Al-Ilmiyah, Beirut – Lebanon ;

أما القراءة فقال النووي في شرح مسلم المشهور من مذهب الشافعي أنه لا يصل ثوابها إلى الميت
“adapun pembacaan (al-Qur’an), berkata Imam Nawawi didalam syarah shahih Muslim , sebagian dari madzhab asy-Syafi’i bahwa sesungguhnya (bacaan al-Qur’an) pahalanya tidak sampai kepada mayyit”
وقال بعض أصحابنا يصل وذهب جماعات من العلماء إلى أنه يصل إليه ثواب جميع العبادات من صلاة وصوم وقراءة وغيرها وما قاله من مشهور المذهب محمول على ما إذا قرأ لا بحضرة الميت ولم ينو ثواب قراءته له أو نواه ولم يدع
dan berkata kalangan Ashhab kami (ulama-ulama Syafi’iyyah lainnya) bahwa sampai (pahala bacaan al-Qur’an) dan para ulama mengikuti (pendapat ini) mengenai sampainya kepada mayyit pahala semua ibadah seperti shalat, puasa, pembacaan (al-Qur’an) dan yang lainnya. Dan perihal qoul yang Masyhur dibawa atas pengertian, (tidak sampai) jika pembacaan (al-Qur’an) tidak dihadapan mayyit dan tidak diniatkan (pula) pahalanya pembacaannya untuk mayyit atau meniatkannya dan juga tidak mendo’akannya.
بل قال السبكي الذي دل عليه الخبر بالاستنباط أن بعض القرآن إذا قصد به نفع الميت نفعه وبين ذلك وقد ذكرته في شرح الروض
“bahkan Imam As-Subki berkata, yang menunjukkan atasnya yaitu khabar dengan istinbath bahwa sebagian al-Qur’an apabila di niatkan (diqashad) dengannya akan memberi manfaat kepada mayat (mayyit) dan diantara yang demikian itu, sungguh telah dituturkan dalam Syarah Ar-Raudlah”
Jadi, qoul masyhur dari kalangan ulama Syafi’iyyah sebenarnya menyatakan tidak sampai apabila tidak dibaca dihadapan mayat /ahli kubur, tidak meniatkannya pahalanya untuk mayat dan juga tidak mendo’akan agar pahalanya disampaikan kepada mayat. Hal ini bisa kita pahami dengan membaca pendapat-pendapat ulama-ulama sebagai berikut,
Didalam kitab Mughniy Muhtaj Ilaa Ma’rifati Ma’aniy Alfaadz Al-Minhaj (مغني المحتاج إلى معرفة معاني ألفاظ المنهاج), Al‐Imam Syamsuddin Muhammad bin Muhammad Al‐Khatib Asy‐Syarbainiy (3/70), penerbit Darul Fikr –Beirut, Lebanon ;

وقد جوز القاضي حسين الاستئجار على قراءة القرآن عند الميت وقال ابن الصلاح وينبغي أن يقول اللهم أوصل ثواب ما قرأنا لفلان فيجعله دعاءه ولا يختلف في ذلك القريب والبعيد وينبغي الجزم بنفع هذا لأنه إذا نفع الدعاء وجاز بما ليس للداعي فلأن يجوز بماله أولى وهذا لا يختص بالقراءة بل يجري في سائر الأعمال
“Dan sungguh Al-Qadli Husein telah memperbolehkan membayar atas pembacaan Al-Qur’an disisi mayyit dan berkata Ibnu Shalah dan seyogyanya (orang yang membaca al-Qur’an itu) mengatakan (berdo’a),

اللهم أوصل ثواب ما قرأنا لفلان
“Ya Allah, sampaikanlah pahala apa yang telah kami baca kepada Fulan”
“Maka menjadikannya sebagai do’anya, dan tidak ada khilaf pada yang demikian itu baik dekat ataupun jauh, dan sepatutnya menyakini dengan manfaat ini, karena sesungguhnya apabila do’a bermanfaat dan diperbolehkan dengan yang lainnya bagi seseorang maka kebolehan dengan perkara tersebut lebih utama, dan ini tidak hanya khusus dengan pembacaan al-Qur’an bahkan juga pembayaran untuk seluruh amal”.
Didalam kitab Fathul Mu’in bisyarhi Qurratu ‘Ain, al-‘Alim al-‘Allamah asy-Syaikh Zainuddin bin Abdul Aziz al-Malibariy, hal.48, Cet. Al-Hidayah Surabaya, dituliskan sebagai berikut ;

(و) يندب (زيارة قبور لرجل) لا لانثى، فتكره لها. نعم، يسن لها زيارة قبر النبي (ص). قال بعضهم: وكذا سائر الانبياء، والعلماء، والاولياء. ويسن – كما نص عليه – أن يقرأ من القرآن ما تيسر على القبر، فيدعو له مستقبلا للقبلة. (وسلام) لزائر على أهل المقبرة عموما، ثم خصوصا، فيقول: السلام عليكم دار قوم مؤمنين – عند أول المقبرة -. ويقول عند قبر أبيه – مثلا -: السلام عليك يا والدي. فإن أراد الاقتصار على أحدهما أتى بالثانية، لانه أخص بمقصوده، وذلك لخبر مسلم: أنه (ص) قال: السلام عليكم دار قوم مؤمنين، وإنا إن شاء الله بكم لاحقون. والاستثناء للتبرك، أو للدفن بتلك البقعة، أو للموت على الاسلام. (فائدة) ورد أن من مات يوم الجمعة أو ليلتها أمن من عذاب القبر وفتنته. وورد أيضا: من قرأ قل هو الله أحد، في مرض موته مائة مرة، لم يفتن في قبره، وأمن من ضغطة القبر، وجاوز الصراط على أكف الملائكة. وورد أيضا: من قال: لا إله إلا أنت سبحانك إني كنت من الظالمين – أربعين مرة – في مرضه فمات فيه، أعطي أجر شهيد، وإن برئ برئ مغفورا له
“(Dan) sunnah (ziarah kubur bagi laki-laki) lain halnya dengan wanita. Makruh (ziarah kubur) bagi wanita. Memang, bagi wanita tetap disunnahkan ziarah kubur (makam) Baginda Nabi Muhammad, sebagian ulama menambahkan demikian. Demikian juga berziarah ke makam Nabi-Nabi yang lain, para Ulama dan Auliya (wali-wali Allah). Dan sunnah –sebagaimana yang dijelaskan – yaitu membaca sebagian al-Qur’an yang terasa mudah diatas makam, lalu berdo’a untuknya (di mayat) sambil menghadap kearah Kiblat. Dan (sunnah) mengucapkan salam bagi perziarah kepada ahli kubur secara umum, kemudian khusus (kepada yang dimaksudkan). Yaitu membaca, “السلام عليكم دار قوم مؤمنين” pada saat masuk ke kubur, dan pada saat berada disisi makam ayahnya –semisalnya- membaca “السلام عليك يا والدي”. Apabila ingin mencukupkan salah satunya, maka yang dibaca yang kedua, karena sesungguhnya inilah yang lebih khusus pada tujuannya. Hal itu berdasarkan sebuah khabar (hadits) dari Imam Muslim ‘ sesunggguhnya Nabi berkata ; “

السلام عليكم دار قوم مؤمنين، وإنا إن شاء الله بكم لاحقون
“Semoga keselamatan bagi kalian semua wahai kaum Mu’minin, dan sungguh Insyaallah kami akan menyusul kalian”
“Al-Istina’ (ucapan Insyaallah) disini bertujuan untuk mencari berkah (tabarruk), atau dimakamkan di tempat itu (Insyaallah kami akan dimakamkan di tempat itu-pen) atau mati dalam keadaaan Islam”
Faidah] Disebutkan (dalam sebuah hadits) bahwa sesungguhnya orang mati di hari (malam) Jum’at adalah diselamatkan dari siksa kubur dan fitnah. Dan disebutkan (juga) ; Barangsiapa yang membaca “قل هو الله أحد” (al-Ikhlas) 100 kali ketika sakit yang mengantarkan kepada kematiannya, maka didalam kubur akan diselamatkan dari siksa kubur dan melintasi Shirathal Mustaqim diatas telapak Malaikat. Dan disebutkan juga (dalam hadits) : “barangsiapa yang membaca ; “لا إله إلا أنت سبحانك إني كنت من الظالمين” sebagai 40 kali diwaktu sakit, lalu mati, maka ia akan mendapatkan sebagaimana orang mati syahid. Dan jika ia sembuh (dari sakit) maka dia memperoleh pengampunan”.
Didalam kitab Al-Adzkar, Hujjatul Islam Al-Imam An-Nawawi Rahimahullah ;


Imam Syafi’i dan ulama-ulama lainnya berkata ; “Disunnahkan untuk membacakan sebagian dari al-Qur’an disisinya”. Para Ulama berkata, “Apabila mengkhatamkan al-Qur’an seluruhnya maka itu baik” [Al-Adzkar, Imam Nawawi]

berkata Al-Imam Asy-Syafi’i dan sahabat-sahabatnya : dianjurkan untuk membaca pada sisi mayyit sebagian dari ayat Al-Qur’an,.., Namun, apabila menghatamkan Al-Qur’an semuanya maka itu baik” [Al-Adzkar, cet Dar Al-Masriah Al-Lubnaniah, hal 218 atau cet. toko kitab Al-Hidayah Surabaya hal. 147, pada Bab hal-hal yang diucapkan setelah proses Pemakaman]


Diriwayatkan didalam kitab Sunan Imam Baihaqi dengan isnad hasan bahwa Ibnu Umar menganjurkan untuk membacakan awal surat Al-Baqarah dan mengkhatamkannya diatas kubur setelah pemakaman mayyit” [Al-Adzkar, Imam Nawawi]

“diriwayatkan didalam kitab Sunan Al-Baihaqiy (Sunan Al-Kubra) dengan sanad yang hasan, bahwa sesungguhnya Ibnu Umar menganjurkan membaca al-Qur’an diatas kubur setelah proses pemakaman (dengan) awal surat al-Baqarah dan menghatamkannya” [Al-Adzkar, cet Dar Al-Masriah Al-Lubnaniah, hal 219 atau Al-Hidayah hal. 147]
Didalam kitab Raudlotuth Thalibin (2/139), karangan Al-Hafidz Al-Imam Al-Hujjah Asy-Syeikhul Islam An-Nawawi Ad-Damasyqiy Asy-Syafi’i, terbitan Maktabah Al-Islami, Beirut – Lebanon ;

والسنة أن يقول الزائر سلام عليكم دار قوم مؤمنين وإنا إن شاء الله عن قريب بكم لاحقون اللهم لا تحرمنا أجرهم ولا تفتنا بعدهم وينبغي للزائر أن يدنو من القبر بقدر ما كان يدنو من صاحبه في الحياة لو زاره
وسئل القاضي أبو الطيب عن قراءة القرآن في المقابر فقال الثواب للقارىء ويكون الميت كالحاضر ترجى له الرحمة والبركة فيستحب قراءة القرآن في المقابر لهذا المعنى وأيضا فالدعاء عقيب القراءة أقرب إلى الاجابة والدعاء ينفع الميت
“dan sunnah bagi peziarah (kubur) mengucapkan,

سلام عليكم دار قوم مؤمنين وإنا إن شاء الله عن قريب بكم لاحقون اللهم لا تحرمنا أجرهم ولا تفتنا بعدهم
“salam/keselamatan bagi kalian semuanya kaum Mukminin, dan sungguh kami InsyaAllah dalam waktu dekat akan menyusul kalian, ya Allah jangan cegah kami dari pahala mereka dan jangan beri fitnah kepada kami setelahanya (sepeninggalnya)”
“dan Al-Qadli Abu Ath-Thayyib ditanya tentang pembacaan Al-Qur’an dipekuburan, maka (Abu Thayyib) berkata, bagi pembacanya akan diberi pahala, dan keberadaan mayyit seperti orang yang hadir, diharapkan baginya mendapat rahmat dan berkah, dan disunnahkan membaca al-Qur’an di pekuburan karena makna ini dan juga mengiringi pembacaan Al-Qur’an dengan do’a itu lebih hampir di perkenankan, dan do’a bermanfaat bagi mayyit”
DidalamMughniy Muhtaj Ilaa Ma’rifati Ma’aniy Alfaadz Al-Minhaj (فرع يحصل من الأجر بالصلاة), Al‐Imam Syamsuddin Muhammad bin Muhammad Al‐Khatib Asy‐Syarbainiy , penerbit Dar el-Fikr, Beirut – Lebanon ;

ويقرأ ) عنده من القرآن ما تيسر وهو سنة في المقابر فإن الثواب للحاضرين والميت كحاضر يرجى له الرحمة وفي ثواب القراءة للميت كلام يأتي إن شاء الله تعالى في الوصايا ( ويدعو ) له عقب القراءة رجاء الإجابة لأن الدعاء ينفع الميت وهو عقب القراءة أقرب إلى الإجابة وعند الدعاء يستقبل القبلة وإن قال الخراسانيون باستحباب استقبال وجه الميت
“Dan membaca al-Qur’an yang dirasa mudah disisi kubur mayat adalah sunnah pada pekuburan, maka sungguh pahala bagi orang-orang yang hadir dan mayyit/mayat itu sebagaimana orang yang hadir diharapkan baginya mendapat rahmat, dan pada pahala pembacaan al-Qur’an bagi mayyit terdapat perkataan InsyaAllah didalam alwashaya. Dan mendo’akan mayyit setelah pembacaan al-Qur’an diharapkan untuk di ijabah, karena sungguh do’a bermanfaat bagi mayat dan mengiri pembacaan al-Qur’an lebih dekat untuk di ijabah dan berdo’a hendaknya dengan menghadap qiblat dan meski orang-orang Khurasan berkata, dianjurkan (sebaiknya) mengharap ke wajah mayat”
Al-Imam Muhammad asy-Syarbini al-Khatib, di dalam kitab Al-Iqna’ Fi Halli Alfadz Abi Syuja (1/208), terbitan Dar El-Fikr, Beirut –Lebanon ;

ويندب أن يسلم الزائر لقبور المسلمين مستقبلا وجه الميت قائلا ما علمه صلى الله عليه وسلم إذا خرجوا للمقابر السلام على أهل الدار من المؤمنين والمسلمين وإنا إن شاء الله بكم لاحقون أسأل الله لي ولكم العافية أو السلام عليكم دار قوم مؤمنين وإنا إن شاء الله بكم لاحقون رواهما مسلم وزاد أبو داود اللهم لا تحرمنا أجرهم ولا تفتنا بعدهم لكن بسند ضعيف وقوله إن شاء الله للتبرك ويقرأ عندهم ما تيسر من القرآن فإن الرحمة تنزل في محل القراءة والميت كحاضر ترجى له الرحمة ويدعو له عقب القراءة لأن الدعاء ينفع الميت وهو عقب القراءة أقرب إلى الإجابة
“Dan disunnahkan peziarah memanggil salam bagi kubur kaum Muslimin menghadap wajah mayyit dengan mengatakan sebagaimana yang diajarkan Nabi shallalllahu ‘alayhi wa sallam jika keluar untuk kepekuburan,

السلام على أهل الدار من المؤمنين والمسلمين وإنا إن شاء الله بكم لاحقون أسأل الله لي ولكم العافية
atau dengan lafadz
السلام عليكم دار قوم مؤمنين وإنا إن شاء الله بكم لاحقون
keduanya diriwayatkan oleh Imam Muslim, Imam Abu daud menambahkan,
اللهم لا تحرمنا أجرهم ولا تفتنا بعدهم
tetapi dengan sanad yang dhoif,
“adapun perkataan (إن شاء الله) untuk tabarruk (mengambil berkah). dan membaca disisi ahli kubur apa yang dirasa mudah dari Al-Qur’an, karena sesungguhny rahmat turun pada tempat pembacaan al-Qur’an dan mayat itu sebagaimana orang yang hadir diharapkan baginya mendapat rahmat dan berdo’a bagi ahli kubur setelah pembacaan al-Qur’an karena sesungguhnya do’a bermanfaat bagi mayat dan mengiringinya dengan pembacaan Al-Qur’an adalah lebih dekat kepada di ijabah”.
Al-‘Allamah Asy-Syekh Muhammad Az-Zuhriy Al-Ghamarawiy Asy-Syafi’i, didalam kitab As-Sirajul Wahaj ‘alaa Matan al-Minhaj (1/115), terbitan Dar El-Ma’rifah ;

ويسلم الزائر للقبور ندبا ويقرأ ما تيسر من القرآن ويدعو للميت عقب القراءة ويستقبل عنده القبلة
“dan pemberian salam oleh peziarah ke kubur adalah sunnah, dan membacakan apa yang dirasa mudah dari al-Qur’an serta berdo’a bagi mayyit setelah pembacaan al-Qur’an dan menghadap kiblat disisinya”
Al-Imam Zakariyya Al-Anshariy, didalam kitab Fathul Wahab (1/176), penerbit Dar Al-Kutub Al-Ilmiyah, Beirut – Lebanon ;

( و ) أن ( يقرأ ) من القرآن ما تيسر ( ويدعو ) له بعد توجهه إلى القبلة لأن الدعاء ينفع الميت وهو عقب القراءة أقرب إلى الإجابة
“dan membacakan dari al-Qur’an apa yang dirasa mudah, serta berdo’a bagi mayyit setelah menghadap ke kiblat karena sesungguhnya do’a bermanfaat bagi mayyit dan berdo’a setelah pembacaan al-Qur’an lebih dekat kepada di ijabah (dikabulkan)”
Al-Allamah Al-Fadlil Asy-Syekh An-Nawawi Ats-Tsaniy (Al-Bantaniy) didalam kitab Nihayatuz Zain Syarah Qurratul ‘Ain;

(وسلام) ندباً حالة كون الزائر مستقبلاً وجه القبور قائلاً ما علمه رسول الله لعائشة رضي الله عنها، وهو: «السلام على أهل الدار من المؤمنين والمسلمين ويرحم الله المستقدمين والمستأخرين، وإنا إن شاء الله بكم لاحقون» . أو ما علمه رسول الله لأصحابه وهو: «السلام على أهل الدار من المؤمنين والمسلمين وإنا إن شاء الله بكم لاحقون، أسأل الله لنا ولكم العافية» . رواه مسلم، زاد أبو داود بسند ضعيف: «اللهم لا تحرمنا أجرهم ولا تفتنا بعدهم» . ويقرأ ويدعو عقب قراءته، والدعاء ينفع الميت وهو عقب القراءة أقرب للإجابة
“Dan mengucapkan salam adalah sunnah bagi peziarah kubur menghadapkan ke wajah kubur dengan mengatakan sebagaiman yang diajarkan oleh Rasulullah kepada siti Aisyah, yaitu

السلام على أهل الدار من المؤمنين والمسلمين ويرحم الله المستقدمين والمستأخرين، وإنا إن شاء الله بكم لاحقون
atau sebagaimana yang diajarkan Rasulullah kepada para sahabatnya, yaitu,
السلام على أهل الدار من المؤمنين والمسلمين وإنا إن شاء الله بكم لاحقون، أسأل الله لنا ولكم العافية
“Diriwayatkan oleh Imam Muslim, Imam Abu Daud menambahkan dengan isnad yang dhoif, yaitu
اللهم لا تحرمنا أجرهم ولا تفتنا بعدهم
“Dan membacakan (al-Qur’an) serta mendo’akan mayyit setelah pembacaan al-Qur’an, dan do’a bermanfaat bagi mayat dan do’a yang dilakukan mengiringi (setelah) pembacaan (al-Qur’an) lebih dekat kepada di ijabah”
Dalam baris yang lain pada kitab yang sama,

(ودعاء) قال النووي في الأذكار: أجمع العلماء على أن الدعاء للأموات ينفعهم ويصلهم ثوابه اهـ. روي عن النبـي أنه قال: «ما الميت في قبره إلاّ كالغريق المغوث» بفتح الواو المشددة أي الطالب لأن يغاث «ينتظر دعوة تلحقه من ابنه أو أخيه أو صديق له فإذا لحقته كانت أحبّ إليه من الدنيا وما فيها» وأن هدايا الأحياء للأموات الدعاء والاستغفار. وقالحسين المحلي في كشف اللثام: يحصل ثواب القراءة للميت بمجرد قصده بها وهو مذهب الأئمة الثلاثة، وكذا القراءة بحضرة الميت أو بنية القارىء ثواب قراءته له أو بدعائه له عقب القراءة. ومنه: اللهم أوصل ثواب ما قرأناه إلى فلان، ولو قال بعده: ثم إلى أموات المسلمين اهـ.
“Dan adapun do’a, Imam An-Nawawi berkata didalam Al-Adzkar, ulama telah berijma’ bahwa sesungguhnya do’a untuk orang mati bermanfaat bagi mereka dan pahala sampai bagi kepada mereka. Diriwayatkan dari Nabi, bahwa sesungguhnya Nabi shallallahu ‘alayhi wa sallam bersabda,

ما الميت في قبره إلاّ كالغريق المغوث
“Tidaklah mayyit di dalam kuburnya kecuali seperti orang yang sedang tenggelam yang memerlukan pertolongan”.
ينتظر دعوة تلحقه من ابنه أو أخيه أو صديق له فإذا لحقته كانت أحبّ إليه من الدنيا وما فيها
“Dia (ahli kubur) menunggu doa yang disampaikan dari anaknya atau saudaranya atau kawannya. Apabila ia mendapati doa, maka hal itu lebih ia sukai dari pada dunia dan seisinya”
“Sesungguhnya hadiah orang-orang yang hidup kepada orang-orang yang mati adalah do’a dan istighfar (memintakan ampunan), dan Husein Al-Mahaliy berkata didalam kitab Kasyf Al-Latsam ; pahala pembacaan al-Qur’an sampai kepada mayyit dengan diniatkan (diqashad) kepadanya dan ini dipegang oleh Madzhab Imam 3 (Hanafi, Maliki, Hanbali) dan sebagaimana pembacaan al-Qur’an dengan kehadiran mayyit atau pembacanya meniatkan pahala bacaan al-Qur’an diberikan kepada mayyit atau dengan cara do’a untuk mayyit setelah pembacaan al-Qur’an, diantaranya doanya seperti ,

اللهم أوصل ثواب ما قرأناه إلى فلان
“Ya Allah sampaikanlah pahala bacaan kami kepada Fulan,..
Dan walaupun sesudahnya berkata (menambahkan),

ثم إلى أموات المسلمين
“kemudian untuk orang Muslim yang mati”
Didalam kitab Al-Fiqh Al-Manhaji ‘alaa Madzhab Al-Imam Asy-Syafi’i, Asy-Syekh DR. Musthafa Khin,

إذا دخل الزائر المقبرة، ندب له أن يسلم على الموتى قائلاً: ” السلام عليكم دار قوم مؤمنين، وإنا إن شاء الله بكم لاحقون”.( رواه مسلم:249). وليقرأ عندهم ما تيسر من القرآن، فإن الرحمة تنزل حيث يُقرأ القرآن،ثم ليدع لهم عقب القراءة، وليهدِ مثل ثواب تلاوته لأرواحهم، فإن الدعاء مرجو الإِجابة، وإذا استجيب الدعاء استفاد الميت من ثواب القراءة. والله اعلم.
“Apabila perziarah memasuki kekuburan, disunnahkan baginya mengucapkan salah kepada orang yang mati dengan mengatakan,

السلام عليكم دار قوم مؤمنين، وإنا إن شاء الله بكم لاحقون
“Semoga keselamatan bagi kalian semua wahai kaum Mu’minin, dan sungguh kami Insyaallah akan menyusul kalian”
“dan hendaknya membacakan disini kubur itu apa yang dirasa mudah dari Al-Qur’an, sesungguhnya rahmat itu turun dimana saja ada pembacaan Al-Qur’an, kemudian hendakanya mendoa’akan ahli kubur setelah selesai membaca al-Qur’an, hendaknya dihadiahkan pahala tilawah tersebut untuk arwah mereka, maka sesungguhnya do’a diharapkan diijabah (dikabulkan), dan apabila dikabulkan maka do’a akan bisa di ambil faidah oleh mayyit dari pahala pembacaan Al-Qur’an itu, Wallahu’alam.”
Penjelasan-penjelasan lainnya bisa di lihat dengan apa yang disampaikan oleh Al-Imam Al-Hafidz Al-Qurthubiy (ulama Malikiyah pengarang Tafsir Qur’an) didalam kitab beliau, At-Tadzkirah fi Ahwal al-Mauta wa Umur al-Akhirah, Halaman 64 menuturkan ;


قال محمد بن أحمد المروروذي سمعت أحمد بن حنبل رضي الله عنه يقول : إذا دخلتم المقابر فاقرؤوا بفاتحة الكتاب و المعوذتين و قل هو الله أحد و اجعلوا ذلك لأهل المقابر فإنه يصل إليهم
“Berkata Muhammad bin Ahmad Al-Mawardi, aku mendengar Imam Ahmad bin Hanbal mengatakan, apabila kamu masuk perkuburan maka hendaknya kalian membaca pembukaan Kitab (Al-Fatihah), Mu’awwidatayn (المعوذتين), dan (قل هو الله أحد), serta jadikahlah olehmu semua itu untuk ahli pekuburan maka sesungguhnya itu sampai kepada mereka (ahli qubur)
و قال علي بن موسى الحداد : كنت مع أحمد بن حنبل في جنازة و محمد بن قدامة الجوهري يقرأ . فلما دفنا الميت جاء رجل ضرير يقرأ عند القبر فقال له أحمد : يا هذا إن القراءة على القبر بدعة فلما خرجنا من المقابر قال محمد بن قدامة لأحمد : يا أبا عبد الله : ما تقول في مبشر بن إسماعيل ؟ قال : ثقة . قال : هل كتبت عنه شيئاً ؟ قال : نعم . قال : أخبرني مبشر بن إسماعيل عن عبد الرحمن بن العلاء بن الحجاج عن أبيه أنه أوصى إذا دفن أن يقرأ عند رأسه بفاتحة البقرة و خاتمتها ، و قال :سمعت ابن عمر يوصي بذلك
“Dan berkata Ali bin Musa Al-Hadad, ketika aku bersama dengan Ahmad bin Hanbal menghadiri jenazah dan Muhammad bin Qudamah Al-Jauhariy sedang membaca (Al-Qur’an). Maka ketika mayyit sudah di makamkan, datang seorang laki-laki kurus membaca (Al-Qur’an) disisi kuburan, maka Imam Ahmad berkata kepadanya (laki-laki itu) ; “hai… sesungguhnya membaca (Al-Qur’an) diatas kubur adalah bid’ah”, maka setelah kami keluar dari pekuburan, berkata Ibnu Qudamah kepada Imam Ahmad ; wahai Abu Aba Abdilllah, bagaimana pendapatmu tentang Mubassyar bin Islama’il ? Berkata (Imam Ahmad) ; Tsiqah (orang yang terpercaya)”, berkata (Ibnu Qudamah) ; apakah engkau menulis (meriwayatkan) sesuatu darinya (dari Mubassyar) ? berkata (Imam Ahmad) : Iya, berkata (Ibnu Qudamah) ; telah mengabarkan kepadaku Mubasysyar bin Isma’il dari Abdurrahman bin ‘Ala’ bin Al-Hajjaj dari ayahnya bahwa sungguh dia berwasiat apabila telah dikubur suara dibacakan disisi kepalanya permualaan surat Al-Baqarah dan menghatamkannya, dia berkata ; aku mendengar Ibnu Umar berwasiat demikian,
قال أحمد : فارجع إلى الرجل فقل له يقرأ
“Berkata Imam Ahmad ; maka kembalilah ke laki-laki itu (yang aku larang) dan katakan kepadanya (lanjutkan) membaca (Al-Qur’an)”
قلت : و قد استدل بعض علمائنا على قراءة القرآن على القبر بحديث العسيب الرطب الذي شقه النبي صلى الله عليه و سلم باثنين ثم غرس على هذا واحداً و على هذا واحداً ثم قال : لعله أن يخفف عنهما ما لم يبسا . خرجه البخاري و مسلم
Aku (Imam Qurthubi) berkata ; dan sungguh sebagian ulama kami (ulama Madzhab Malikiyah) telah beristidlal tentang pembacaan Al-Qur’an diatas kubur dengan hadits ; pelepah tamar yang basah yang telah Nabi Shallallahu ‘alayhi wa sallam membagi menjadi dua, kemudian menancapkannya pada (kuburan) ini satu dan satunya pada (kuburan) yang lain, kemudian Nabi bersabda ; “Semoga ia meringankan siksa dari keduanya selama belum kering (masih basah)”, (hadits ini) diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Imam Muslim
و في مسند أبي داود الطيالسي : فوضع على أحدهما نصفاً و على الآخر نصفاً و قال : إنه يهون عليهما ما دام فيهما من بلوتهما شيء ، قالوا : و يستفاد من هذا غرس الأشجار و قراءة القرآن على القبور و إذا خفف عنهم بالأشجار ، فكيف بقراءة الرجل المؤمن القرآن
“Dan didalam Musnad Imam Abu Daud Ath-Thayalisiy ; “Maka Baginda meletakkan atas salah satunya sebagian dan atas yang lainnya sebagian, lalu bersabda ; “sesungguhnya ini akan meringankan siksa mereka berdua selama keduanya masih basah”, berkata (ulama kami) ; “dan bisa diambil faidah dari perbuatan menanam pelepah tamar ini dan pembacaan Al-Qur’an diatas kubur dan jika mereka diringankan sebab pelepah tamar ini, maka bagaimanakah dengan pembacaan Al-Qur’an oleh lelaki mukmin”.
Dalam kitab yang sama yaitu Al-Tadzkirah fi Ahwal al-Mauta wa Umur al-Akhirah, Halaman 65 menuturkan ;

ذكره الثعلبي : قال الشيخ المؤلف رحمه الله : أصا هذا الباب الصدقة التي لا اختلاف فيها فكما يصل للميت ثوابها ، فكذلك تصل قراءة القرآن و الدعاء و الاستغفار إذ كل ذلك صدقة فإن الصدقة لا تختص المال . و قال صلى الله عليه و سلم : و قد سئل عن قصر الصلاة في حالة الأمن فقال : صدقة تصدق الله بها عليكم فاقبلوا صدقته .
“Dituturkan oleh Tsa’labiy ; Asy-Syekh Muallif (pengarang) rahimahullah berkata, pada dasarnya bab shadaqah ini tidak ada khilaf didalamnya sebagaimana pahalanya sampai kepada mayyit maka demikian juga sampai pahala bacaan Al-Qur’an, do’a dan istighfar jika semua itu dianggap shadaqah, maka sesungguhnya shadaqah tidak khusus hanya harta saja” dan Nabi shallallahu ‘alayhi wa sallam bersabda : dan sungguh telah ditanya tentang mengqashar shalat pada kondisi yang aman, maka beliau berkata, “itu shadaqah, yang Allah shadaqahkan kepada kalian maka terimalah shadaqahnya”
و قال عليه السلام : يصبح على كل سلامي من أحدكم صدقة فإن كل تسبيحة صدقة ، و كل تلهيلة صدقة ، و كل تكبيرة صدقة ، و كل تحميدة صدقة ، و أمر بالمعروف صدقة ، و نهي عن المنكر صدقة ، و يجزئ عن ذلك ركعتان يركعهما من الضحى ، و لهذا استحب العلماء زيارة القبور تحفة الميت من زائره
“Dan beliau ‘alayhis salam berkata, “hendaklah setiap tulang-tulang kalian bershadaqah , setiap tasybih (subhanallah) adalah shadaqah, setiap tahlil (laa ilaaha illallah) adalah shadaqah, setiap tahmid (alhamdulillah) adalah shadaqah, memerintahkan kepada yang ma’ruf adalah shadaqah, mencegah dari yang mungkar adalah shadaqah, semua yang disebutkan diatas bisa diraih (pahalanya) dengan mengerjakan shalat 2 rakaat yaitu shalat dluhaa. Oleh karena inilah ulama menganjurkan ziarah kubur untuk menghadiahkan kepada mayyit”.
Al-Imam Ibnul Qayyim Al-Jauziyyah, didalam Kitab Ar-Ruh, hal.5
Al-Imam Ibnul Qayyim Al-Jauziyyah, didalam Kitab Ar-Ruh, hal.5 ;

وقد ذكر عن جماعة من السلف أنهم أوصوا أن يقرأ عند قبورهم وقت الدفن قال عبد الحق يروى أن عبد الله بن عمر أمر أن يقرأ عند قبره سورة البقرة وممن رأى ذلك المعلى بن عبد الرحمن وكان الامام أحمد ينكر ذلك أولا حيث لم يبلغه فيه أثر ثم رجع عن ذلك
Dan sungguh menuturkan dari jamaah As-Salaf, sesungguhnya mereka telah berwasiat supaya dibacakan (al-Qur’an) pada sisi kuburan mereka dan pada saat di makamkan. Berkata Abdulhaq, diriwayatkan bahwa Abdullah bin Umar memerintahkan supaya dibacakan pada sisi kuburannya surat Al-Baqarah, dan diantara yang meriwayatkan yang demikian adalah Al-Mu’alla bin Abdurrahman, dan Imam Ahmad (pun) menuturkan yang demikian dimana pada awalnya telah mengingkarinya karena belum menemukar dalilnya kemudian (setelah menemukan) merujuk dari yang demikian.
وقال الخلال في الجامع كتاب القراءة عند القبور اخبرنا العباس بن محمد الدورى حدثنا يحيى بن معين حدثنا مبشر الحلبى حدثني عبد الرحمن بن العلاء بن اللجلاج عن أبيه قال قال أبى إذا أنامت فضعنى في اللحد وقل بسم الله وعلى سنة رسول الله وسن على التراب سنا واقرأ عند رأسى بفاتحة البقرة فإنى سمعت عبد الله بن عمر يقول ذلك قال عباس الدورى سألت أحمد بن حنبل قلت تحفظ في القراءة على القبر شيئا فقال لا وسألت يحيى ابن معين فحدثنى بهذا الحديث
Dan berkata Al-Khalal didalam Al-Jami’ Kitab pembacaan (al-Qur’an) disisi kuburan, mengabarkan kepada kami ‘Abbas bin Muhammad Ad-Dauriy, mengabarkan kepadaku Yahyah bin Mu’in, mengabarkan kepadaku Mubasysyar Al-Halabiy, mengabarkan kepadaku Abdurrahman bin al-‘Ala’ dari ayahnya berkata, ayahku berkata, apabila aku mati maka kuburkanlah aku didalam liang lahad, kemudian bacakanlah dengan asma Allah dan atas sunnah Rasululllah, dan ratakanlah (kubur itu) atas tanah dan bacakanlah disisi kepalaku dengan pembukaan surat Al-Baqarah, maka sesungguhnya aku mendengar Abdullahbin Umar mengatakan yang demikian, ‘Abbas Ad-Dauriy berkata, aku bertanya kepada Imam Ahmad bin Hanbal, aku berkata, dia hafal dalam pembacaan Qur’an diatas kubur, maka dia berkata ; tidak, dan aku bertanya kepada Yahya bin Mu’in, maka dia mengabarkan kepadaku dengan hadits ini.
قال الخلال وأخبرني الحسن بن أحمد الوراق حدثنى على بن موسى الحداد وكان صدوقا قال كنت مع أحمد بن حنبل ومحمد بن قدامة الجوهرى في جنازة فلما دفن الميت جلس رجل ضرير يقرأ عند القبر فقال له أحمد يا هذا إن القراءة عند القبر بدعة فلما خرجنا من المقابر قال محمد بن قدامة لأحمد بن حنبل يا أبا عبد الله ما تقول في مبشر الحلبي قال ثقة قال كتبت عنه شيئا قال نعم فأخبرني مبشر عن عبد الرحمن بن العلاء اللجلاج عن أبيه أنه أوصى إذا دفن أن يقرأ عند رأسه بفاتحة البقرة وخاتمتها وقال سمعت ابن عمر يوصي بذلك فقال له أحمد فارجع وقل للرجل يقرأ
“Al-Khalal berkata, mengabarkan kepada ku Al-Hasan bin Ahmad al-Waraq, mengabarkan kepadaku Ali bin Musa Al-Haddad dan dia adalah orang yang benar (terpercaya) berkata, ketika aku bersama dengan Imam Ahmad bin Hanbal dan Muhammad bin Qudamah Al-Jauhariy menghadiri jenazah, maka ketika (jenazah) selesai di kebumikan, seorang laki-laki yang buta duduk membaca (sesuatu) disisi kuburan, maka Imam Ahmad bin berkata kepadanya, hey,..pembacaan ini disisi kuburan adalah bid’ah. Maka ketika kami telah keluar dari pekuburan itu, Muhammad bin Qudamah berkata kepada Imam Ahmad bin Hanbal, wahai Aba Abdullah, apa yang akan kamu katakana (pendapatmu) tentang Mubasysyir al-Halabiy, Imam Ahmad berkata “Tsiqah (terpercaya)”, Ibnu Qudamah berkata, kamu menulis (meriwayatkan) sesuatu darinya ?, Imam Ahmad berkata, “Iya”, maka telah mengabarkan kepadaku Mubasysyir dari Abdurrahman bin al-‘Alaa’ al-Lajlaj dari ayahnya, sesungguhnya telah berwasiat kepadaku, apabila dikuburkan supaya dibacakan disisi kepalanya dengan pembukaan surat Al-Baqarah dan menghatamkannya, dan berkata, aku mendengar Ibnu Umar berwasiat dengan yang demikian itu, maka Imam Ahmad berkata kepadanya, kembalilah dan katakan kepada lelaki itu untuk membaca (melanjutkan membaca al-Qur’an)”

وقال الحسن بن الصباح الزعفراني سألت الشافعي عن القراءة عند القبر فقال لا بأس بها وذكر الخلال عن الشعبي قال كانت الأنصار إذا مات لهم الميت اختلفوا إلى قبره يقرءون عنده القرآن قال وأخبرني أبو يحيى الناقد قال سمعت الحسن بن الجروى يقول مررت على قبر أخت لي فقرأت عندها تبارك لما يذكر فيها فجاءني رجل فقال إنى رأيت أختك في المنام تقول جزى الله أبا على خيرا فقد انتفعت بما قرأ أخبرني الحسن بن الهيثم قال سمعت أبا بكر بن الأطروش ابن بنت أبي نصر بن التمار يقول كان رجل يجيء إلى قبر أمه يوم الجمعة فيقرأ سورة يس فجاء في بعض أيامه فقرأ سورة يس ثم قال اللهم إن كنت قسمت لهذه السورة ثوابا فاجعله في أهل هذه المقابر
Dan al-Hasan bin Shabah Az-Za’faraniy berkata, aku pernah bertanya kepada Al-Imam Syafi’i tentang pembacaan Al-Qur’an disisi kuburan, maka beliau (Imam Syafi’i) berkata, tidak masalah dengan yang demikian itu. Dan Al-Khalal menuturkan dari Asy-Sya’bi berkata, kondisi kaum Anshar ketika diantara mereka ada yang mati selalu meramaikan datang ke kuburnya, mereka semua membaca al-Qur’an disisi kuburnya, (Asy-Sya’bi) berkata, dan mengabarkan kepadaku Abu Yahya An-Naqid berkata, aku mendengar Al-Hasan bin Al-Jarawiy mengatakan, aku mendatangi kubur saudara perempuanku, lalu aku membaca disisinya surat “Tabarak” sebagaimana telah dituturkan padanya. Maka seorang laki-laki datang kepadaku kemudian berkata, sesungguhnya aku melihat saudara perempuanmu didalam mimpi mengatakan, “semoga Allah memberikan balasan kepada Abu Ali (ayah pembaca tersebut) dengan kebaikan, sungguh aku mendapat manfaat yang banyak dengan pembacaan itu”. Asy-Sya’bi berkata, telah mengabarkan kepadaku Al-Hasan bin Al-Haitsam, aku mendengar Abu Bakar Al-Athrusy mengatakan, seorang laki-laki datang kepada kubur ibunya pada hari Jum’at, kemudian dia membaca surat Yasiin, maka datang pada hari-hari yang lain kemudian membaca Yasiin selanjutnya berkata (berdo’a) ;

اللهم إن كنت قسمت لهذه السورة ثوابا فاجعله في أهل هذه المقابر
“Ya.. Allah, jika memang Engkau memberi pahala dengan surat ini, maka jadikanlah pahala itu bagi ahli pekuburan ini”

فلما كان يوم الجمعة التي تليها جاءت امرأة فقالت أنت فلان ابن فلانة قال نعم قالت إن بنتا لي ماتت فرأيتها في النوم جالسة على شفير قبرها فقلت ما أجلسك ها هنا فقالت إن فلان ابن فلانة جاء إلى قبر أمه فقرأ سورة يس وجعل ثوابها لأهل المقابر فأصابنا من روح ذلك أو غفر لنا أو نحو ذلك
Apabila telah tiba hari Jum’at (berikutnya), seorang wanita datang menemuinya kemudian berkata, kamu Fulan bin Fulanah ? Abu Bakar berkata (menjawab), “Iya”, wanita itu berkata (lagi), sesungguhnya puteriku meninggal dunia, aku melihatnya dalam mimpi sedang duduk diatas kuburnya, kemudian aku bertanya kepadanya, kenapa kamu duduk disini ? kemudian dia menjawab, sesungguhnya Fulan bin Fulanah datang ke kubur ibunya seraya membaca surat Yasiin dan menjadikan pahalanya kepada ahli pekuburan, maka kami pun mendapat bagian dari padanya, pengampunan bagi kami dan seumpaman yang demikian itu”.

Asy-Syekh DR. Zuhaili Wahbah, didalam kitab beliau Al-Fiqh Al-Islamiy wa Adillatuhu (2/692), Dar El-Fikr, Suriyah – Damsyiq ;

وبذلك يكون مذهب متأخري الشافعية كمذاهب الأئمة الثلاثة: أن ثواب القراءة يصل إلى الميت، قال السبكي: والذي دل عليه الخبر بالاستنباط أن بعض القرآن إذا قصد به نفع الميت وتخفيف ما هو فيه، نفعه
dan dengan yang demikian itu madzhab mutaakhkhir Syafi’iyyah sebagaimana Madzhab Imam 3, bahwa sesungguhnya pahala bacaan al-Qur’an sampai kepada mayat, Imam As-Subki berkata ; dan yang menunjukkan atasnya yaitu khabar dengan istinbath bahwa sebagian al-Qur’an apabila dimaksudkan/ditujukan (diqashad) dengannya bermanfaat bagi mayyit dan meringankan apa yang ada padanya, bermanfaat baginya.
وقد جوز القاضي حسين الاستئجار على قراءة القرآن عند الميت. قال ابن الصلاح: وينبغي أن يقول: «اللهم أوصل ثواب ما قرأنا لفلان» فيجعله دعاء، ولا يختلف في ذلك القريب والبعيد، وينبغي الجزم بنفع هذا؛ لأنه إذا نفع الدعاء وجاز بما ليس للداعي، فلأن يجوز بما له أولى، وهذا لا يختص بالقراءة، بل يجري في سائر الأعمال
“Dan Al-Qadli Husein membolehkan pembayaran atas pembacaan al-Qur’an disisi mayyit. Imam Ibnu Shalah berkata, sepatutnya mengaturkan do’a,
اللهم أوصل ثواب ما قرأنا لفلان
“ya Allah sampaikan pahala apa yang kami baca kepada Fulan”
“Maka menjadikannya sebagai do’anya, dan tidak ada khilaf pada yang demikian itu baik dekat ataupun jauh, dan sepatutnya menyakini dengan manfaat ini, karena sesungguhnya apabila do’a bermanfaat dan diperbolehkan dengan yang lainnya bagi seseorang maka kebolehan dengan perkara tersebut lebih utama, dan ini tidak hanya khusus dengan pembacaan al-Qur’an bahkan juga pembayaran untuk seluruh amal”.
Demikan isi dokument ini sebagai penjelasan. Dan Masih banyak lagi pendapat ulama yang tentunya tidak bisa dirangkum semunya dalam tulisan ini sebab keterbatasan bacaan.

والله سبحانه وتعالى أعلم
SEMOGA BERMANFAAT

Tidak ada komentar:

Posting Komentar